Selasa, 04 Mei 2010

Kelebihan Pasar Tradisional

Kelebihan Pasar Tradisional
Setidaknya ada tiga kelebihan pasar tradisional, yang pertama, dalam aktivitas ekonomi berupa transaksi; antara penjual dan pembeli bisa melakukan transaksi langsung dengan pembelinya. Kedua, terjadinya proses interaksi sosial yang berpengaruh pada keputusan dan kepuasan antara penjual dan pembeli. Ketiga, dari segi lokasi, pasar tradisional letaknya selalu berdekatan dengan permukiman penduduk. Ketiga hal tersebut tidak pernah dijumpai di pasar modern.

Memang ada beberapa permasalahan yang saat ini belum dimiliki oleh pasar tradisional, dari aspek keamanan dan kebersihan misalnya, pasar tradisonal belum mampu memberikan pelayanan terbaik bagi pedagang dan pengunjung, sehingga aman dari kehilangan barang, pencopetan, tekanan preman dan lain sebagainya. Terbatasnya lahan parkir menjadi permasalahan yang tidak pernah usai untuk diperbincangkan.

Secara alamiah pengusaha pasar modern (hypermarket, supermarket) berusaha mencari lokasi strategis untuk usahanya, seakan wajah kota dinilai dari sisi ekonomi (ekonomi politik ruang). Masalahnya, bagaimana agar kehadiran pasar modern di daerah tidak membunuh pasar tradisional dan toko kelontong yang sudah ada dan lebih dulu dalam melakukan kegiatan usahanya? Karena dari segi kuantitas tidaklah sedikit. Menurut data APPSI (2007), jumlah pedagang pasar tradisional sudah mencapai 12,475 juta orang yang tersebar di 13,650 pasar.

Langkah Penting
Untuk melindungi eksistensi pasar tradisional atas kehadiran pasar modern di daerah, diperlukan langkah-langkah penting, pertama, pemerintah harus segera mengesahkan Peraturan Presiden (PERPRES) tentang Pasar Modern yang sudah dibahas di DPR sejak tahun lalu dan seharusnya selesai bulan Maret 2007 ini. Maka harus ada keberanian dari Menteri Perdagangan untuk segera merealisasikan PERPRES tersebut, agar pertumbuhan pasar modern dan pasar tradisional bisa tumbuh berdampingan. Manakala tidak segera direalisasikan, pemerintah bisa dituding melindungi pasar modern saja. Dan jangan sampai ada kesan Departemen Perdagangan tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungi pasar tradisional.

PERPRES yang di antaranya berisi pengaturan modernisasi pasar tradisional, memperpendek jalur distribusi, trading term atau biaya penitipan produk berupa listing fee, fixed and conditional rebate, promotion dan high session discount secara lebih detail ini dengan harapan semua stakeholders terutama posisi UKM dan supplier serta eksistensi pasar tradisional bisa terjaga. Karena menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), seiring berdirinya pasar modern di daerah terjadi penurunan aset mencapai sekitar 20-40 persen. Untuk itu bagaimana agar PERPRES ini mampu menghindari praktik dumping, karena yang terjadi di lapangan; dengan menjual barang 20-35 persen di bawah harga pokok. Sehingga dari sisi pertumbuhan, antara pasar tradisional dan pasar modern tidak berimbang. Pasar tradisional tumbuh minus 10 persen sementara pasar modern tumbuh plus 30 persen.

Kedua, peran pemerintah daerah dalam menata pasar modern dan pasar tradisional sangatlah diperlukan. Terutama dalam pengaturan penentuan lokasi pasar modern dan pasar tradisional.

Ketiga, dari aspek pembinaan, dinas terkait seperti Dinas Perdagangan dan Koperasi, agar lebih meningkatkan kualitas layanan dan fasilitas yang ada di pasar tradisional. Meski pemerintah sudah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 145 Tahun 1997 tentang Penataan Pasar, Pembinaan Pasar dan Pertokoan yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, namun implementasinya dirasa masih kurang. Bahkan di era otonomi daerah ini, SKB tersebut semakin kurang bergigi karena sebagian daerah menilai kekuatan hukum SKB tersebut masih lemah jika dibandingkan peraturan daerah yang ada. Sementara, dari aspek pemberdayaan dan advokasi APPSI di daerah juga dituntut untuk lebih proaktif dalam mendampingi para pedagang pasar tradisional.
Bagaimana pun kehadiran pasar modern di daerah tidak bisa dielakkan lagi. Masalahnya, bagaimana kehadirannya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pasar tradisional? Maka semua aspek yang berkaitan dengan eksistensi pasar tradisional dan kondisi masyarakat setempat harus dijadikan pertimbangan agar dua jenis usaha ini bisa hidup secara berdampingan. q – o (1244-2007). *) Drs HA Hafidh Asrom MM, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dari Propinsi DIY.

pasar modern

Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan dan hypermart ,supermarket, dan minimarket.

Pasar dapat dikategorikan dalam beberapa hal. Yaitu menurut jenisnya, jenis barang yang dijual, lokasi pasar, hari, luas jangkauan dan wujud.

pasar tradisioanal

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur,daging , kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar tradisional yang "legendaris" antara lain adalah pasar Beringharjo di Jogja, pasar Klewer di Solo, pasar Johar di Semarang. Pasar tradisional di seluruh Indonesia terus mencoba bertahan menghadapi serangan dari pasar modern.

pasar

Pasar Apa yang akan dijumpai di pasar? Kegiatan apa saja yang dilakukan pedagang di sana? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan muncul di benak kita setiap kali akan mengunjungi suatu pasar. Di pasar, kita akan menjumpai banyak penjual yang menawarkan berbagai macam barang, baik hasil pertanian, maupun hasil industri. Selain itu, kita akan banyak menjumpai orang dengan tujuan berbelanja yang berbeda pula. Dari hanya untuk memenuhi kebutuhannya (mengkonsumsi), untuk dijual kembali (distribusi) sampai untuk diolah kembali kemudian dijual (produksi). Selanjutnya, di antar pembeli dan penjual tersebu sering kali terjadi tawar menawar yang diakhiri dengan transaksi jual beli.

Secara sederhana, definisi pasar selalu dibatasi oleh anggapan yang menyatakan antara oembeli dan pejual harus bertemu secara langsung untuk mengadakan interaksi jual beli. Namun, pengertian tersebut tidaklah sepenuhnya benar karena seiring kemajuan teknologi, internet, atau malah hanya dengan surat. Pembeli dan penjual tidak bertemu secara langsung, mereka dapat saja berada di tempat yang berbeda atau berjauhan. Artinya, dalam proses pembentukan pasar, hanya dibutuhkan adanya penjual, pembeli, dan barang yang diperjualbelikan serta adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli.

Pasar tradisional, Pasar modern, bursa kerja, bursa efek adalah contoh pasar.

pasar modern vs pasar tradisioanal

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan pasar modern dewasa ini sudah menjadi tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup modern yang berkembang di masyarakat kita. Tidak hanya di kota metropolitan tetapi sudah merambah sampai kota kecil di tanah air. Sangat mudah menjumpai minimarket, supermarket bahkan hipermarket di sekitar tempat tinggal kita. Tempat-tempat tersebut menjanjikan tempat belanja yang nyaman dengan harga yang tidak kalah menariknya. Namun di balik kesenangan tersebut ternyata telah membuat para peritel kelas menengah dan teri mengeluh. Mereka dengan tegas memprotes ekspansi yang sangat agresif dari peritel kelas besar itu.

Protes yang dilakukan para peritel berkantong tipis tersebut sebenarnya lebih ditujukan kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, sebagai pengambil kebijakan untuk mengatur persaingan yang lebih fair. Memang, setelah peritel kelas kakap saling tidak mau kalah dalam mengembangkan bisnisnya di berbagai tempat, termasuk ke wilayah permukiman melalui minimarket, tidak sedikit pengecer atau toko kelontong yang merasa omset penjualannya menurun.

Keberadaan pasar, khususnya yang tradisional, merupakan salah satu indikator paling nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Pemerintah harus concern terhadap keberadaan pasar tradisional sebagai salah satu sarana publik yang mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Perkembangan jaman dan perubahan gaya hidup yang dipromosikan begitu hebat oleh berbagai media telah membuat eksistensi pasar tradisional menjadi sedikit terusik. Namun demikian, pasar tradisional ternyata masih mampu untuk bertahan dan bersaing di tengah serbuan pasar modern dalam berbagai bentuknya. Kenyataan ini dipengaruhi oleh beberapa sebab.

Karakter/Budaya Konsumen. Meskipun informasi tentang gaya hidup modern dengan mudah diperoleh, tetapi tampaknya masyarakat masih memiliki budaya untuk tetap berkunjung dan berbelanja ke pasar tradisional. Terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara pasar tradisional dan pasar modern. Perbedaan itulah adalah di pasar tradisional masih terjadi proses tawar-menawar harga, sedangkan di pasar modern harga sudah pasti ditandai dengan label harga. Dalam proses tawar-menawar terjalin kedekatan personal dan emosional antara penjual dan pembeli yang tidak mungkin didapatkan ketika berbelanja di pasar modern.

Revitalisasi Pasar Tradisional. Pemerintah seharusnya serius dalam menata dan mempertahankan eksistensi pasar tradisional. Pemerintah menyadari bahwa keberadaan pasar tradisional sebagai pusat kegiatan ekonomi masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas. Perhatian pemerintah tersebut dibuktikan dengan melakukan revitalisasi pasar tradisional di berbagai tempat. Target yang dipasang sangat sederhana dan menyentuh hal yang sangat mendasar. Selama ini pasar tradisional selalu identik dengan tempat belanja yang kumuh, becek serta bau, dan karenanya hanya didatangi oleh kelompok masyarakat kelas bawah. Gambaran pasar seperti di atas harus diubah menjadi tempat yang bersih dan nyaman bagi pengunjung. Dengan demikian masyarakat dari semua kalangan akan tertarik untuk datang dan melakukan transaksi di pasar tradisional.

Regulasi. Pemerintah memang mempunyai hak untuk mengatur keberadaan pasar tradisional dan pasar modern. Tetapi aturan yang dibuat pemerintah itu tidak boleh diskriminatif dan seharusnya justru tidak membuat dunia usaha mandek. Pedagang kecil, menengah, besar, bahkan perantara ataupun pedagang toko harus mempunyai kesempatan yang sama dalam berusaha.

Persaingan antar peritel di Indonesia sebenarnya tidak sesederhana yang dibayangkan orang. Persaingan tidak hanya terjadi antara yang besar melawan yang kecil, melainkan juga antara yang besar dengan yang besar, serta yang kecil dengan yang kecil. Pemerintah sebagai regulator harus mampu mewadahi semua aspirasi yang berkembang tanpa ada yang merasa dirugikan. Pemerintah harus mampu melindungi dan memberdayakan peritel kelas teri karena jumlahnya yang mayoritas. Di lain pihak, peritel besar pun mempunyai sumbangan besar dalam ekonomi. Selain menyerap tenaga kerja, banyak peritel besar yang justru memberdayakan dan meningkatkan kualitas ribuan pemasok yang umumnya juga pengusaha kecil dan menengah. Belum lagi konsumen yang kian senang menjadi raja yang dimanja. Bagi pemerintah, mencari keseimbangan antara yang besar dan yang kecil ini memang tidak mudah.